Ada pepatah jawa mengatakan Sapa Sing Jujur Ora Bakal Ajur (Siapa yang jujur tidak akan hancur). Pepatah ini sebagai nasihat bagi semua manusia di muka bumi. Siapapun yang berbuat jujur akan mendapatkan balasan berupa kebaikan pada akhirnya. Namun, terkadang manusia tidak dapat bertahan dalam ujian kejujuran itu, sehingga lebih memilih untuk berbohong agar ujian itu cepat berlalu. Di sebagian kalangan bahkan sampai muncul pepatah sapa sing jujur bakal ajur (siapa yang jujur pasti hancur).
Tidak dapat dipungkiri, bahwa kejujuran akan membawa kebaikan dan keselamatan bagi pelakunya. Hal ini sudah menjadi janji Allah swt dan Rasulnya, Nabi Muhammad saw. Dalam surat al-Ahzab : 70, berfirman
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَقُوْلُوْا قَوْلًا سَدِيْدًاۙ
Hai orang-orang yang beriman bertaqwalah kepada Allah dan ucapkanlah perkataan yang benar.
Dalam riwayat Shahih Muslim : 4721, Rasulullah saw bersabda :
Kalian harus berlaku jujur, karena kejujuran itu akan membimbing kepada kebaikan. Dan kebaikan itu akan membimbing ke surga. Seseorang yang senantiasa berlaku jujur dan memelihara kejujuran, maka ia akan dicatat sebagai orang yang jujur di sisi Allah. Dan hindarilah dusta, karena kedustaan itu akan menggiring kepada kejahatan dan kejahatan itu akan menjerumuskan ke neraka. Seseorang yang senantiasa berdusta dan memelihara kedustaan, maka ia akan dicatat sebagai pendusta di sisi Allah.
Sebagai seorang mukmin, berdasarkan dua dalil di atas, sudahlah sangat cukup untuk dijadikan pegangan dengan meyakini selama perintah itu datang dari Al-Qur'an dan Hadist Nabi saw, semuanya akan baik-baik saja. Akan tetapi bagi kalangan awam mungkin masih ada hal-hal lain yang menghantui dan kemudian menjadi pertimbangan, sehingga jujur ada kalanya dijadikan opsi kedua atau ketiga dalam keputusan yang diambil.
Dalam kondisi lain, ada kejujuran yang dilakukan sebagian orang yang justru dilarang. Tidak jarang ditemukan ada orang yang bercerita tentang masa lalunya yang kelam, penuh dengan kemaksiatan. Bahkan ada juga yang bercerita tentang itu dengan penuh kebanggaan, seakan-akan ia terbebas dari balasan atau hukuman. Padahal, sebaiknya perbuatan-perbuatan maksiat ataupun aib-aib yang dimiliki oleh seseorang tidak perlu bahkan tidak boleh ia ceritakan kepada orang lain. Dengan menceritakan kemaksiatan yang dilakukan, justru akan jauh dari ampunan Allah dan mendapat kemurkaan-Nya. Cukuplah ia menceritakan dan mengadukan semua itu kepada Allah swt sebagai jalan taubatnya. Sebagai contoh misalnya, ada seorang yang berhasil mencuri uang di rumah tetangga. Pemilik maupun orang-orang di sekitarnya tidak ada yang tahu kalau ia adalah pelakunya. Seiring berjalannya waktu, si pelaku ini dengan bangga menceritakan pengalamannya itu kepada orang dari kampung sebelah. ternyata orang dari kampung sebelah itu pun menceritakan hal itu kepada orang lain. singkat cerita berita itu pun sampai secara berantai ke telinga pemilik rumah. lalu pemilik kebun pun melaporkan kepada pihak yang berwenang. Pencuri itupun mendapatkan balasan dari perbuatannya.
Dalam sebuah hadis (Bukhary : 6069) Rasulullah bersabda :
وإنّ من المجاهرة أن يعمل الرّجل باللّيل عملا، ثمّ يصبح وقد ستره اللّه فيقول: يا فلان عملت البارحة كذا وكذا، وقد بات يستره ربّه، ويصبح يكشف ستر اللّه عنه
Sungguh termasuk terang-terangan berbuat dosa adalah seseorang berbuat dosa pada malam hari, kemudian pada pagi hari dia menceritakannya padahal Allah telah menutupinya. Lalu ia berkata: ‘Hai Fulan, tadi malam aku telah berbuat dosa begini dan begitu.
Maka dari itu, menjaga lisan dari aib diri sendiri juga perlu dilakukan dan diupayakan secara berkelanjutan. Jangan sampai kita terjauhkan dari ampunan Allah swt karena melakukan maksiat tersebut secara terang-terangan.
sing ngati-ati lur...